Sekolah Swasta di Pangandaran Terancam Mati, FKK SMKS Soroti Kebijakan Kuota Rombel SMA Negeri

1 day ago 14

harapanrakyat.com – Forum Komunikasi Kepala Sekolah (FKK) SMK Swasta Kabupaten Pangandaran menilai kebijakan Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Jawa Barat yang menambah kuota rombongan belajar (rombel) di sekolah negeri dari 36 menjadi 50 siswa, sangat merugikan dan mengancam keberlangsungan sekolah swasta, khususnya di tingkat SMA/sederajat.

Ketua FKK SMKS Pangandaran, Muhlis Nawawi, S.Sy., menyebutkan, kebijakan tersebut membuat lulusan SMP/MTs sederajat yang jumlahnya terbatas terserap habis oleh sekolah negeri. Berdasarkan data dari Disdik dan Kemenag, total lulusan SMP/MTs di Pangandaran sebanyak 5.989 siswa, dan hampir seluruhnya atau sekitar 5.500 siswa telah diterima oleh sekolah negeri. Sementara itu, 37 sekolah swasta sisanya harus berebut sisa sekitar 400-an siswa.

“Ini jelas akan mematikan sekolah swasta, terutama SMK di Pangandaran,” tegas Muhlis, Rabu (2/7/2025).

Baca Juga: DPRD Jawa Barat Minta Disdik Masukan Pendidikan Karakter Gerbang Panca Waluya ke Mulok

Data Tak Seimbang, Sekolah Swasta di Pangandaran Terpinggirkan

Sebagai gambaran, di Kabupaten Pangandaran terdapat 13 sekolah negeri jenjang SMA sederajat, terdiri dari 6 SMKN, 5 SMAN, dan 2 MAN. Rata-rata daya tampung per sekolah mencapai 500 siswa, sehingga total daya serapnya mendekati jumlah lulusan SMP/MTs.

Di sisi lain, sekolah swasta SMA/sederajat mencapai 37 lembaga, ditambah 15 PKBM. Ketimpangan ini dinilai sangat mencolok, apalagi dalam pelaksanaan SPMB (Seleksi Penerimaan Murid Baru) tahun 2025, sekolah swasta bahkan tidak dimasukkan ke dalam dua pilihan utama dalam sistem pendaftaran daring.

“Swasta hanya muncul jika siswa memilih sekolah ketiga. Ini mengarah pada diskriminasi sistematis,” ujar Muhlis.

Dugaan Pelanggaran Mekanisme

Muhlis juga menyoroti proses penambahan kuota rombel di sekolah negeri yang dinilainya tidak melalui prosedur yang semestinya. Seharusnya, menurutnya, usulan kuota tambahan diverifikasi lebih dulu oleh pengawas atau KCD (Kantor Cabang Dinas), namun hal itu tidak dilakukan.

“Ketersediaan sarana prasarana di sekolah negeri pun tidak semuanya memadai. Bahkan kuota 500 siswa per sekolah diusulkan tanpa pertimbangan demografi dan daya tampung riil,” katanya.

Berdasarkan hitungan FKK SMKS Pangandaran, lulusan SLTP sebanyak sekitar 6.000 siswa dibagi ke 8 SMA negeri, maka sisanya sekitar 1.500 siswa harus dibagi ke 37 sekolah swasta, terdiri dari 24 SMK, 3 SMA, dan 10 MA.

“Ini tidak rasional. Ketimpangan sangat luar biasa,” tambahnya.

Muhlis menegaskan, pihaknya mendukung program Pemprov Jabar dalam mengatasi anak putus sekolah. Namun ia menyayangkan program tersebut seolah hanya ditujukan untuk sekolah negeri dan tidak melibatkan swasta.

“Padahal sekolah swasta juga gratis. Kami bukan lembaga mahal. Tapi sistem saat ini seperti sengaja dibuat untuk mematikan kami,” ujarnya.

Ia juga mengungkapkan, dua sekolah swasta di Pangandaran sudah tutup karena tidak memiliki siswa, yakni SMK Tunas Harapan Bangsa Cigugur dan Tunas Briliant Karangbenda.

Muhlis menyebut, pihaknya sudah berkali-kali berkoordinasi dengan KCD, namun tak mendapat jawaban yang jelas. Karena itu, isu ini akan dibawa ke Forum Kepala Sekolah Swasta se-Jawa Barat dalam pertemuan mendatang bersama Kabid SMK.

“Kami hanya minta agar sekolah swasta juga diberi ruang hidup. Guru-guru kami juga punya keluarga. Kalau swasta dimatikan, bagaimana nasib mereka?” ucapnya.

Di akhir pernyataannya, Muhlis mengingatkan bahwa sejarah pendidikan nasional banyak dimulai dari sekolah swasta.

Baca Juga: Dilaporkan Kasus Pencabulan Anak Usia 16 Tahun, Seorang Pria di Pangandaran Diringkus Polisi

“Pendidikan formal bangsa ini lahir dari lembaga swasta seperti Taman Siswa, Ma’arif, Muhammadiyah. Jadi jangan samakan semuanya dan abaikan peran swasta,” pungkasnya. (Madlani/R7/HR-Online/Editor-Ndu)

Read Entire Article
Berita Rakyat | Tirto News |