Depok tidak bisa terpisahkan dari nama Cornelis Chastelein. Sosok Meneer Belanda ini tidak hanya populer sebagai pejabat tinggi VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie), tetapi juga sebagai figur yang punya pemikiran dan tindakan luar biasa yang masih membekas hingga kini. Sejarah Cornelis Chastelein adalah kisah tentang kemanusiaan, kesetaraan, dan awal mula terbentuknya komunitas yang kini terkenal sebagai Belanda Depok.
Baca Juga: Sejarah Nyimas Ratu Ayu Kawunganten, Punya Peran Besar Bagi Berdirinya Banten
Latar Belakang dan Sejarah Cornelis Chastelein
Menurut catatan sejarah Indonesia, Cornelis Chastelein lahir pada 10 Agustus 1657 di Amsterdam dari keluarga pedagang kaya. Ayahnya, Anthony Chastelein, adalah seorang Huguenot dari Prancis yang menetap di Belanda. Pada usia 17 tahun, Chastelein berlayar ke Batavia (kini Jakarta) dan bekerja sebagai akuntan di VOC.
Kariernya melesat cepat. Pada 1682, ia menjadi salah satu pemilik toko besar di Batavia, dan pada 1691 diangkat sebagai Opperkoopman atau Saudagar Utama VOC. Namun, perubahan kepemimpinan VOC membuat Chastelein kecewa. Ketika Willem van Outhoorn menggantikan Gubernur Jenderal Johannes Camphuys dan menerapkan kebijakan yang lebih otoriter, ia memutuskan untuk meninggalkan VOC meski tetap tinggal di Hindia Belanda.
Politik Etis dan Pandangan Kemanusiaan
Berbeda dengan banyak pejabat VOC lain, sejarah Cornelis Chastelein menunjukkan ia adalah sosok yang menjunjung tinggi kesetaraan. Bersama sahabatnya, Camphuys, ia menerapkan politik etis. Ini merupakan sebuah prinsip yang menekankan bahwa pribumi memiliki derajat yang sama dengan orang Belanda. Politik ini bertolak belakang dengan merkantilisme VOC yang cenderung eksploitatif.
Menurut Boy Loen, Koordinator Bidang Sejarah Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC), prinsip politik etis inilah yang melandasi kebijakan Chastelein terhadap budak-budaknya. Chastelein percaya semua manusia setara di hadapan Tuhan. Kemudian ia pun mengambil langkah nyata, yakni membebaskan para budaknya.
Awal Mula Komunitas Belanda Depok
Pada tahun 1696, Chastelein membeli tanah seluas 1.244 hektare di wilayah Depok. Untuk mengelola lahan itu, ia membeli sekitar 150 budak dari berbagai daerah seperti Bali, Ambon, Bugis, Sunda, dan India. Namun, berbeda dari kebiasaan umum, Chastelein kemudian memerdekakan mereka.
Dalam surat wasiatnya tertanggal 13 Maret 1714, beberapa bulan sebelum meninggal, Chastelein membebaskan semua budak Kristennya dan memberikan tanah tersebut kepada mereka beserta keturunannya untuk diwariskan selamanya. Inilah cikal bakal munculnya 12 marga yang hingga kini terkenal sebagai marga Belanda Depok, yaitu Bacas, Isakh, Jonathans, Jacob, Joseph, Loen, Laurens, Leander, Tholense, Soedira, Samuel, dan Zadokh.
Warisan Abadi Chastelein
Selain mewariskan tanah, sejarah Cornelis Chastelein juga tercermin dari peninggalan fisik dan budaya yang masih ada hingga saat ini. Di Depok, kita bisa menemukan berbagai peninggalan sejarah seperti Gereja GPIB Immanuel, Gedung YLCC, Jembatan Panus yang berdiri pada 1917, hingga Tugu Peringatan Cornelis Chastelein di Jalan Pemuda Depok.
Baca Juga: Mengungkap Sejarah Pangeran Srindoyo, Sosok Alam Gaib yang Mengalami Proses Pengislaman di Cilacap
Jembatan Panus, misalnya, bukan hanya sekadar infrastruktur, tetapi juga menjadi simbol sejarah peradaban Depok yang dibangun oleh komunitas Belanda Depok. Nama ‘Depok’ sendiri konon berasal dari singkatan De Eerste Protestante Organisatie van Christenen. Hak itu berarti organisasi pertama orang Kristen Protestan di Jawa yang Chastelein dirikan.
Nilai dan Prinsip Hidup Cornelis Chastelein
Kilas balik Cornelis Chastelein bukan hanya tentang warisan fisik, tetapi juga warisan nilai. Chastelein populer sebagai penganut Protestan yang taat. Ia menentang perjudian, madat, dan perbuatan cabul di tanah warisannya. Bahkan, dalam wasiatnya, ia melarang orang menjual, menggadaikan, atau memindah-tangankan tanah itu kepada pihak lain demi menjaga kesejahteraan keturunan budak yang telah ia merdekakan.
Semboyannya “Er is geen leven zonder liefde” atau “tiada kehidupan tanpa kasih sayang” mencerminkan pandangan hidup yang penuh cinta kasih, berbeda jauh dengan praktik VOC yang keras dan eksploitatif.
Mengenang Cornelis Chastelein
Chastelein meninggal dunia pada 28 Juni 1714 di Batavia. Sejak 1892, keturunan Belanda Depok rutin memperingati hari kematiannya dalam upacara yang bernama “Chastelein Dag” atau “Depoksche Dag”. Acara ini tidak hanya sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur mereka. Tetapi juga sebagai pengingat pentingnya nilai kesetaraan dan kemanusiaan.
Meskipun nama Cornelis Chastelein semakin jarang terkenal oleh masyarakat luas, jasanya tetap hidup dalam sejarah Depok. Sebab, tanpa tindakan beraninya membebaskan budak dan membangun komunitas setara, Depok tidak akan pernah menjadi seperti sekarang.
Penutup
Kilas balik Cornelis Chastelein adalah kisah tentang seorang tuan tanah Belanda yang tidak hanya kaya harta, tetapi juga kaya hati. Ia tidak hanya mewariskan tanah, tetapi juga menanamkan nilai kemanusiaan dan kesetaraan yang menjadi fondasi berdirinya Depok. Hingga kini, warisan itu masih dapat kita saksikan dan rasakan, menjadi bagian penting dari identitas sejarah kota Depok.
Baca Juga: Sejarah Kanjeng Sepuh Sidayu, Sosok Bupati dan Ulama yang Dicintai Rakyat Gresik
Melalui cerita hidupnya, kita belajar bahwa keberanian untuk memperjuangkan nilai kemanusiaan dapat meninggalkan jejak panjang yang lebih berarti dari sekadar kekuasaan dan harta. Itulah mengapa sejarah Cornelis Chastelein patut terus kita kenang dan wariskan kepada generasi selanjutnya. (R10/HR-Online)