harapanrakyat.com,- Etika masuk kamar mandi dalam ajaran Islam menjadi salah satu hal penting yang harus kita ketahui. Apalagi Imam Ghazali dalam Kitab Bidayatul Hidayah juga membahas secara mendalam masalah keseharian seorang muslim ini.
Dalam tulisannya, Al Ghazali menyebutkan banyak yang beranggapan bahwa ibadah hanya terbatas pada sajadah di masjid atau puasa di bulan Ramadhan. Namun, menurutnya ketaatan seorang hamba diuji justru pada momen-momen paling pribadi, termasuk saat berada di dalam tandas atau kamar mandi.
Karena itu, bagi seorang mukmin yang sadar bahwa Allah SWT senantiasa mengawasi gerak-gerik hamba-Nya, baik lahir maupun batin, bahkan di kamar mandi sekalipun. Karena itu, sebaiknya kita selalu meningkatkan ketaatan di mana pun dan kapan pun berada.
Ajaran Etika Masuk Kamar Mandi di Islam
Imam Al-Ghazali menekankan bahwa seorang muslim harus memperhatikan hal sebelum menyentuh pintu kamar mandi, terutama soal penghormatan terhadap nama Allah.
Pertama, Imam Ghazali menyarankan agar jangan pernah membawa masuk sesuatu yang bertuliskan nama Allah atau Rasul-Nya. Ini adalah bentuk penghormatan tertinggi agar nama Tuhan tidak terbawa ke tempat yang kotor.
Baca juga: Kisah Talut dan Jalut, Bukti Kekuatan Iman Mengalahkan Kedzaliman
Kedua, etika berpakaian juga ditekankan, yaitu tidak masuk dengan kepala terbuka atau tanpa alas kaki. Hal ini menunjukkan kesopanan meski kita sendirian.
Kemudian yang terakhir, saat hendak masuk, dahulukan kaki kiri sebagai simbolisasi melangkah ke tempat yang kurang mulia. Sebaliknya, saat keluar, gunakan kaki kanan.
Selanjutnya, kamar mandi identik dengan tempat yang kotor dan disukai setan. Oleh karena itu, sebelum masuk agar memanjatkan doa perlindungan.
Selain itu, ketika sudah berada di dalam, terdapat aturan ketat mengenai posisi tubuh demi menjaga kehormatan arah kiblat dan kesehatan. Ia menekankan agar muslim tidak boleh membuang hajat dengan menghadap kiblat atau membelakanginya. Begitu pula, tidak boleh menghadap matahari atau bulan sebagai bentuk penghormatan terhadap tanda-tanda kebesaran Allah.
Dalam hal posisi, dianjurkan juga untuk menumpukan berat badan pada kaki kiri. Secara medis dan fiqih, posisi ini dipercaya memudahkan proses pembuangan kotoran. Selain itu, jangan kencing sambil berdiri kecuali dalam keadaan darurat.
Jika berada di alam terbuka, dilarang buang hajat di air yang tenang, di bawah pohon yang berbuah, atau di lubang tanah. Ini adalah bentuk kepedulian Islam terhadap lingkungan dan makhluk lain, seperti serangga di dalam lubang.
Cara Bersuci dari Najis
Selanjutnya soal membersihkan najis. Imam Al-Ghazali memberikan panduan teknis dalam masalah ini. Ia menyarankan agar menggunakan tangan kiri untuk membersihkan kotoran, sebab tangan kanan adalah untuk makan dan hal-hal mulia.
Kemudian, untuk memastikan sisa air kencing tuntas (Istibra’) dengan cara berdehem dan mengurut alur kemaluan tiga kali. Ketidakhati-hatian dalam bersuci ini disebut sebagai sumber utama banyak siksa kubur.
Sementara itu, media pembersih yang digunakan adalah air hingga benar-benar bersih. Jika tidak ada, boleh menggunakan batu (atau tisu di zaman modern) dengan bilangan ganjil (tiga, lima, atau tujuh) hingga bersih.
Setelah membersihkan dari najis, sebaiknya membaca doa sebagai bentuk permohonan kesucian hati kepada Allah SWT. Lalu, setelah keluar saat mengayunkan kaki kanan dari pintu kamar mandi, kita diajarkan untuk berdoa memohon ampunan dan bersyukur. Doa ini menyadarkan kita akan nikmat kesehatan sistem pencernaan, nikmat yang sering kita lupakan.
Dalam etika masuk kamar mandi ini, Imam Al-Ghazali menegaskan ketaatan adalah gaya hidup 24 jam. Jika di tempat paling kotor saja seorang Muslim mampu menjaga adab, kebersihan, dan ingatannya kepada Allah, maka insya Allah ia akan jauh lebih mudah menjaga ketaatan di tempat-tempat lain yang lebih mulia. (Muhafid/R6/HR-Online)

1 hour ago
2

















































