Fakta-Fakta Sidang Korupsi Mbak Ita: Modus & Duitnya Dibuat Apa?

1 week ago 45

tirto.id - Sidang perdana kasus korupsi yang menjerat mantan Wali Kota Semarang, Hevearita G Rahayu alias Mbak Ita, digelar di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (21/4/2025). Dalam dakwaan, Jaksa Penuntut Umum KPK mengungkap bagaimana modus korupsinya dan elite yang terlibat.

Dalam perkara itu, jaksa mendakwa Mbak Ita bersama suaminya, Alwin Basri, melakukan korupsi di lingkungan Pemerintah Kota Semarang, Jawa Tengah, dalam tiga lokus dan modus berbeda.

Pada dakwaan pertama, jaksa mengungkap modus korupsi Mbak Ita yang berupaya memanfaatkan jabatannya sebagai Wali Kota dan Alwin, untuk mengondisikan proyek-proyek lalu menerima suap.

Alwin dalam kapasitasnya sebagai Ketua PKK Kota Semarang sekaligus Ketua Komisi D DPRD Provinsi Jawa Tengah, sering melakukan pertemuan dan menerima uang dari pihak-pihak yang berkepentingan dengan pengadaan barang dan jasa.

Pada Desember 2022, Alwin bertemu Ketua Gabungan Pengusaha Konstruksi (Gapensi) Kota Semarang, Martono. Martono meminta pekerjaan di lingkup Kota Semarang. Alwin pun merespons baik.

Beberapa hari kemudian keduanya bertemu lagi. Alwin atas sepengetahuan Mbak Ita, memperlihatkan dokumen pengadaan barang/jasa di Pemkot Semarang tahun anggaran 2023. Alwin mematok tarif fee untuk pengondisian proyek itu.

"Terdakwa II (Alwin) menyampaikan total proyek pengadaan barang/jasa yang dapat diikuti Martono sebesar Rp500 miliar dan meminta uang komitmen fee sebesar Rp10 miliar sampai Rp15 miliar atau sekitar 3 persen,” ungkap jaksa.

Namun demikian, Jaksa KPK tidak mengungkap secara gamblang berapa proyek yang akhirnya dikerjakan Martono. Dalam kasus ini, Martono didakwa dalam berkas terpisah, sidang digelar setelah pembacaan dakwaan Mbak Ita dan Alwin.

Terima Suap Rp2 M untuk Biayai Pelantikan Mbak Ita

Martono menindaklanjuti tawaran manis Alwin. Ia lantas menanyakan kepada Alwin perihal teknis memenangkan proyek. Alwin pun menegaskan urusan pemenangan akan ia atur.

Pada akhir 2022, Alwin menagih jatah fee kepada Martono sebesar Rp1 miliar. Kata Alwin, ia membutuhkan uang itu untuk keperluan pelantikan istrinya.

“Terdakwa meminta uang yang menjadi bagian dari komitmen fee yang akan digunakan untuk persiapan pelantikan Terdakwa I (Mbak Ita) sebagai Wali Kota Semarang," kata jaksa.

Martono menyerahkan fee sesuai request di kediaman Mbak Ita dan Alwin. Pada pertemuan itu, Alwin malah meminta tambahan Rp1 miliar untuk pelantikan wali kota. Martono pun menyanggupi.

Sebagai timbal balik, giliran Martono yang menagih pekerjaan. Martono diarahkan untuk menemui Kepala Bagian Pengadaan Barang/Jasa Pemkot Semarang, Junaidi.

Pada kesempatan lain, Martono, Alwin, dan Junaidi bertemu. Alwin dua kali meminta Junaidi memenangkan perusahaan yang terafiliasi dengan Martono untuk proyek yang nilainya di atas Rp2 miliar.

Sidang perdana kasus dugaan korupsi mantan Wali Kota SemarangTerdakwa mantan Wali Kota Semarang periode 2021-2025 Hevearita Gunaryanti Rahayu alias mbak Ita (kiri) dan mantan Ketua Komisi D DPRD Provinsi Jawa Tengah periode 2019-2024 Alwin Basri (kanan) bersiap mengikuti sidang perdana kasus dugaan korupsi di Pengadilan Tipikor Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (21/4/2025). ANTARA FOTO/Makna Zaezar/foc.

Terima Suap Rp1,7 M Atas Bantuan Pejabat Disdik

Selain menerima suap Rp2 miliar dari Martono, Mbak Ita dan Alwin menerima suap Rp1,7 miliar dari Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa, Rachmat Utama Djangkar. Rachmad dalam berkas perkara terpisah, telah didakwa sebagai pemberi suap.

Penerimaan suap itu berawal saat Alwin menawari Rachmad untuk menjadi rekanan Dinas Pendidikan Kota Semarang. Namun, Alwin meminta komitmen fee dan disanggupi oleh Rachmat sebesar 10 persen dari nilai proyek.

Untuk memuluskan rencananya, Alwin mengajak Rachmat menemui M Ahsan selaku Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Semarang. Rachmat lalu ditawari proyek pengadaan meja dan kursi siswa fabrikasi SD.

Pada kesempatan berbeda, Mbak Ita merapatkan anggaran bersama Bambang Pramusinto selaku Kepala Dinas Pendidikan. Di tengah rapat, Bambang dihubungi Alwin untuk memasukkan anggaran Rp20 miliar untuk pengadaan meja-kursi siswa.

Bambang pun membebek dengan menuruti semua permintaan Mbak Ita dan Alwin.

Rachmat selaku rekanan diberi bocoran spesifikasi teknis serta harga barang dengan maksud mempermudah proses pemenangan lelang yang diikuti perusahaan milik Rachmat.

Kepala Bapenda Bantu Terdakwa Pungut Iuran ASN

Pada dakwaan kedua, Mbak Ita dan Alwin didakwa memeras ASN Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang dengan cara meminta jatah hasil iuran pegawai yang bersumber dari insentif pemungutan pajak.

Jaksa KPK menyebut, Indriyasari selaku Kepala Bapenda terlibat aktif dalam pengepulan iuran yang dinamai "iuran kebersamaan" itu. Indriyasari juga yang menentukan jumlah iuran.

“Besaran iuran kebersamaan yang harus disetorkan oleh para pegawai, sudah ditetapkan oleh Indriyasari selaku Kepala Bapenda," beber jaksa dalam dakwaan.

Indriyasari dibantu kabid, kata jaksa, rutin menyetor uang kepada Mbak Ita dan Alwin atas permintaan keduanya. Penyerahan uang tersebut dilakukan secara bertahap.

Menurut jaksa, dalam kurun waktu 2022 hingga 2023, Indriyasari telah menyerahkan uang lebih dari Rp3 miliar kepada Mbak Ita selaku Wali Kota dan Alwin selaku Ketua PKK Kota Semarang.

“Terdakwa I (Mbak Ita) bersama-sama Terdakwa II (Alwin) menerima uang iuran kebersamaan dari para pegawai Bapenda dengan total keseluruhan Rp3,08 miliar," beber jaksa.

sidang Wali Kota Semarang Mbak Ita Eks Wali Kota Semarang Mbak Ita (berkerudung) dan suaminya, Alwin Basri mendengar pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Semarang, Jawa Tengah, Senin (21/4/2025). tirto.id/Baihaqi Annizar

Uang Pungli Dipakai untuk Pencalonan Mbak Ita

Mbak Ita dan Alwin tidak hanya menerima hasil pungutan iuran ASN setiap tiga bulan selali. Keduanya juga memanfaatkan dana iuran untuk kepentingan suksesi Mbak Ita yang saat itu ingin nyalon sebagai petahana.

Dalam dakwaan, jaksa menyebut terdakwa menggunakan uang "iuran kebersamaan" untuk menyelenggarakan Lomba Masak Nasi Goreng Khas Mbak Ita pada Juni 2023. Lomba tersebut dihelat untuk menaikkan popularitas Mbak Ita.

“Lomba nasi goreng se-Kota Semarang itu bertujuan menaikkan popularitas Terdakwa I (Mbak Ita) yang rencana akan maju pada Pemilihan Walikota Semarang Tahun 2024," ujar jaksa.

Untuk memenuhi permintaan terdakwa, Indriyasari selaku Kepala Bapenda menyiapkan dana Rp222 juta yang diambil dari “iuran kebersamaan" atau semacam kas milik para pegawai Bapenda.

Demi menaikkan popularitas, Mbak Ita menggelar kegiatan dengan mendompleng acara undian hadiah pajak bumi bangunan (PBB) yang dihelat Bapenda Kota Semarang.

Agar lebih semarak, terdakwa memerintahkan agar mengundang artis nasional Deni Setiawan alis Denny Caknan meski membutuhkan anggaran Rp161 juta. Indriyasari pun menuruti dengan mengambil dana "iuran kebersamaan".

Terima Gratifikasi dari Pengondisian Proyek Kecamatan

Pada dakwaan ketiga, Mbak Ita dan Alwin didakwa menerima gratifikasi atas proyek pekerjaan di seluruh kelurahan dan kecamatan di Kota Semarang yang dilakukan dengan mekanisme penunjukan langsung.

“Terdakwa I (Mbak Ita) dan Terdakwa II (Alwin) menerima gratifikasi dengan jumlah Rp2 miliar," ungkap JPU KPK.

Penerimaan gratifikasi berangkat dari keinginan Mbak Ita dan Alwin untuk mengondiskan proyek-proyek yang dananya tidak banyak sehingga tak pelaksanaannya tak perlu dengan mekanisme lelang.

Pada tahun anggaran 2023, setiap kecamatan mendapat alokasi dana proyek Rp82,9 juta yang nantinya akan dibagi-bagi lagi untuk tingkat kelurahan. Jika ditotal, maka anggarannnya mencapai Rp16 miliar.

Mbak Ita dan Alwin menghendaki agar proyek-proyek tersebut dikerjakan anggota Gabungan Pelaksana Konstruksi (Gapensi) Kota Semarang yang diketuai Martono.

Realisasinya, Martono mengondisikan camat se-Kota Semarang agar menyerahkan menyetor 13 persen dari nilai proyek.

Untuk mempermudah koordinasi dan pembagian pekerjaan, Martono menunjuk koordinator lapangan (korlap) utusan masing-masing kecamatan. Korlap ini yang akhirnya menyerahkan gratifikasi.

Jaksa membeberkan nama-nama pemberi gratifikasi. Mereka adalah Suwarno, Gatot Sunarto, Ade Bhakti, Hening Kirono, Siswoyo, Sapta Marnugroho, Eny Setyawati, Zulfigar, Ari Hidayat, dan Damsrin.

Gratifikasi terkumpul Rp2,2 miliar kemudian dibagi. “Terdakwa I (Mbak Ita) dan II (Alwin) menerima uang Rp2 miliar serta Martono menerima Rp245 juta,” kata jaksa.


tirto.id - News

Kontributor: Baihaqi Annizar
Penulis: Baihaqi Annizar
Editor: Abdul Aziz

Read Entire Article
Berita Rakyat | Tirto News |